Namaku Tara, usia 23 tahun. Mahasiswa semester 5 di salah
satu universitas negeri di Surabaya. Aku pernah menulis cerita tentang
pengalamanku bersama Ratna waktu aku masih semester 3. Cerita kali ini terjadi
ketika aku ikut ayahku dalam rangka perjalanan bisnis.
Waktu itu ketika liburan semester, aku ikut ayahku ke
Bandung untuk mengikuti business meeting dari supplier ayahku. Ya, karena aku
anak laki-laki tertua maka aku sering diajak ayah untuk sedikit demi sedikit
berkenalan dengan bisnis keluarga kami. Kakakku perempuan lebih memilih
melanjutkan studinya ke Jerman sejak kuliah S-1 hingga sekarang untuk mengejar
cita-citanya menjadi dosen internasional. Dia hanya pulang setahun 2x saja
karena disana kakakku sudah punya penghasilan sendiri. Novel dan buku cerita yang
dibuatnya selalu diterbitkan oleh penerbit terkenal disana. Sedangkan adik
laki-lakiku masih di bangku SMA.
Setiba di Bandung, kami langsung menuju ke The Papandayan
Hotel, tempat kami menginap dan acara gathering diadakan. Aku sudah
merencanakan akan extend di Bandung 3 hari lagi untuk jalan-jalan sendiri
mencoba beberapa wisata disana, khususnya Saung Angklung Udjo. Tiket pesawat
dan hotel sudah aku siapkan juga. Setelah 2 malam menginap di Papandayan, aku
berpamitan dengan ayahku dan berpisah di lobby hotel karena aku melanjutkan
perjalanan ke Trans Studio Mall yang berjarak beberapa km dari Papandayan.
Kebetulan aku akan menginap di Trans Luxury Hotel. Yap, sisa uang saku kuliah
sengaja aku kumpulkan agar bisa menginap di hotel ini. Setelah sampai di TSM,
langsung saja aku makan di foodcourt sambil menunggu jam 2 untuk bisa check-in
kamar. Rencanaku untuk malam ini hanya ngemall dan santai-santai menikmati
kamar mewah itu, besoknya tinggal jalan-jalan kuliner dan sore ke Saung
Angklung Udjo, dan pulang malam hari. Besoknya lagi cuma nikmati kamar aja
sampai check out dan ke airport siang hari untuk penerbangan sore ke Surabaya.
Saat makan di foodcourt, tiba-tiba didepanku dateng 4 cewek
yang rame banget. Cantik-cantik sih, tapi ya biarlah. Namanya juga mahasiswi.
Gosip-gosip aneh pun terdengar di kupingku dengan jelas. Masalah kampus, cowok,
sex, sampe dugem. Lalu ku perhatikan salah satu cewek yang menghadap ke arahku,
seperti nggak asing, pernah kenal. Dan ya, itu Sintia, temen kuliahku yang
pindah universitas waktu semester 3. Ternyata dia pindah ke Bandung. Lalu ku
beranikan untuk menyapanya duluan.
“Eh sorry girls ganggu sebentar, kamu Sintia bukan? Dulu
yang kuliah di Surabaya?” Tanyaku.
“Lhoo Tara? Iya bukan? Tara?” Tanya Sintia Balik.
“Iya ini aku Tara, kamu pindah ke Bandung ternyata? Lama
nggak ketemu yaa?”
“Hahahaha.. iyaa, aku kesini sambil nemenin adik-adikku dari
Mataram, mereka sekolah disini semua. Apa kabaarr?”
“Sehaatt.. Kamu lagi nggak ada kelas Sin? Kok siang-siang
udah masuk mall”
“Lhahh ini kan musim libur, emang disana nggak libur?”
“Oiyaa lupaa. Sorryyy.. Nggak fokus sihh, kaya dihadang
cewek-cewek cantik gini. Hahaha”
Memang mereka berempat cantik-cantik semua, pakaiannya rapi
tapi seksi. Nunjukin kalau mereka bukan mahasiswi biasa. Untouchable kalau
istilah geng ku. Saat itu Sintia memakai kemeja putih tipis ketat dengan warna
merah bra nya menerawang, dipadu dengan celana jeans ketat serta highheels dan
menunjukkan bongkahan pantatnya yang padat. Tinggi Sintia hanya 160cm, dengan
ukuran dada sekitar 32B, kulitnya yang kencang sepertinya dia rutin ngegym.
Sintia
“Hehh orang belum kenal udah godain kita-kita. Oiya kenalin
ini Rika”.
Rika orangnya berwajah mirip artis Prilly, pendek juga
sekitar 160cm, dengan dada agak rata, mengenakan sweater lengan panjang dipadu
celana hitam ketat dan highheels.
“Kalau ini Maya”
Maya orangnya tinggi, hampir 170cm, wajah khas Sunda,
mengenakan kaos lengan panjang warna nude dengan dada rendah, dipadu dengan
jeans ketat dan high heels. Ukuran payudaranya paling besar, sekitar 34C,
pantatnya juga terlihat padat. Khas cewek rajin training.
“Ini Rena”
Rena ini paling cuek penampilannya. Hanya mengenakan kaos
polos warna putih ketat dipadu dengan legging hitam dan sneaker. Hanya mereknya
semua sekelas Zara. Rena tingginya 165cm, wajah keturunan Jepang, ukuran
payudaranya sekitar 32B, bokongnya juga lumayan padat. Sepertinya mereka
berempat sering ngegym bareng.
“Kita berempat udah kaya geng, kemana-mana bareng, tak
terpisahkan”.
“Oww.. I see.. emang habis ini kalian pada kemana? Masing
siang begini.”
“Kita mau main-main di Trans Studio Tar, pengen seru-seruan
tapi yang nggak kepanasan.” Jawab Rika
“Kalo kamu Tar?” Tanya Sintia.
“Aku nunggu jam 2, mau checkin di hotel sebelah. Aku solo
travelling 3 hari kedepan. Sambil nyoba hotel yang katanya bagus didepan itu.”
“Maksudmu di Trans Hotel? Sendirian?” Tanya Sintia
“Iyaa.. sama siapa lagi, aku nggak punya pacar. Lagian aku
berangkat ke Bandung kemarin bareng ayahku.”
“Oalah Taraaa Taraa... Kasian banget.” Ketawa Sinta.
“Sialan.. Lagian aku udah pinjem motor temenku, nanti sore
mau dianter ke hotel. Makanya ini bawa helm sama riding gear lengkap. Kalo sama
pacar kalo kehujanan kan kasian”. Kataku buat pembelaan.
“Ohh main moge juga lo Tar?” Maya yang sedari tadi diam
tiba-tiba tanya.
“Enggak sih, cuma hobi turing aja. Dirumah ada CBR600RR.
Besok dibawain R6 sama temenku.”
“Waahh kalian sama donk, sama-sama biker. Ini Maya juga bawa
moge. Apa May namanya?” Celoteh Sintia.
“Aku bawa R6 juga kalo harian, kapan-kapan boleh lah riding
bareng.” Kata Maya.
“Boleehh..”
“Kita riding guling aja girls dirumah, kulit kita
teriak-teriak nanti kalo kena panas. Hahaha”. Celoteh si Rena. Hanya butuh waktu
sebentar untuk kami menjadi akrab dan ketawa-ketiwi.
“Tar, kita cabut duluan ya. Keburu sore, kalo pulang malem
macetnya minta ampun. Kamu buruan check-in, istirahat, jangan nakal lhoo..
jangan jajan juga. Hahahaha..”. Sintia ga berhenti-berhentinya bully aku.
“Iyee.. mana bisa jajan, besoknya harus riding. Oiya aku
minta nomornya Sin, besok kalo ada apa-apa aku tanya kamu aja.”
“Oke Tar, yaudah seeyou..” Kata mereka bareng-bareng.
“Seeyou too..”.
Ah sial pikirku, ketemu cewek-cewek kaya gitu pas sendirian
di hotel, hotel mewah lagi. Damn! Akhirnya aku selesai check-in dan bergegas
masuk kamar. Kebetulan kamarku ada di lantai 8. Sepanjang jalan aku mengamati
betapa mewahnya hotel ini, belum pernah aku menginap di hotel sebagus ini.
Begitu masuk kamar, kesan mewah langsung terasa, suasana dan penataannya
berbeda dengan hotel bintang 5 lainnya. Riding gear aku tata rapi buat besok.
Koper dan isi-isinya sudah tertata rapi.
“Aaahhh.. enaknyaaa.. berasa nggak pengen keluar kamar.”
Kataku sambil rebahan. Kulihat diluar sedang turun hujan deras. Tiba-tiba ada
telfon masuk dari si Iwan temenku. Katanya belum bisa nganter motornya, karena
dia harus ke Bogor mendadak. Katanya kalau mau bisa langsung kerumah aja, udah
siap di garasi. Akhirnya aku iyain, aku ambil sekitar jam 8 aja. Kamar ini
berdinding kaca lebar, jadi lumayan ada yang dipandang kalo lagi diem dikamar.
Tak lama bagiku untuk tertidur dan bangun pukul 18.00. Langsung aku bergegas
untuk mandi dan cuss cari makan di foodcourt TSM, karena cukup selangkah aja
sampe di TSM. Habis mandi, tiba-tiba ada telfon masuk dari Sintia.
“Haloo.. Ya Sin? Ada apa?”. Tanyaku
“Haloo Tar, lo lagi dimana?.” Tanya Sintia
“Aku masih di hotel, mau makan di foodcourt. Gimana Sin?”
“Ohh.. yaudah, ketemu di foodcourt yaa. Ini aku juga belum
pulang.”
Sepuluh menit kemudian aku sampai di foodcourt dan ketemu
Sintia yang cuma sendirian di meja.
“Lhoo kok sendirian Sin? Yang lain mana?”
“Udah pada pulang Tar. Tadi aku suruh duluan, soalnya aku
masih cari buku. Rumah mereka kan jauh, kalo rumahku mah deket, 15 menit sampe
lah. Berhubung aku laper, dan malas sendirian, makanya aku ngajak kamu.
Hahaha...”
“Ohh gitu ya, kirain kamu yang ditinggal sama
temen-temenmu.”
“Aku nggak ganggu kamu kan tadi? Tadi kamu ngapain hayoo
dikamar sendirian? Mencurigakan!!”. Katanya sambil nyentil dahiku.
“Aduuhh.. ya nggak ngapa-ngapain lahh, tadi aku ketiduran
habis dikasih tau kalo besok motornya disuruh ambil sendiri dirumahnya.”
“Halahh alesan..”
“Tapi ngomong-ngomong, kamu cantik banget Sin, beda banget
sama dulu waktu baru masuk kuliah. Hahaha”
“Ngrayu-ngrayu gitu, dasar cowok.”
“Lagian tadi kamu bawa temen-temen cantik kaya gitu, gimana
nggak grogi coba.”
“Lo naksir yang mana? Ntar gue bantu Tar. Hahaha..
Bercandaa”
Sambil makan, kita saling cerita-cerita, curhat, sharing,
macem-macem diobrolin. Sampe nggak kerasa sudah jam 20.00.
“Kamu nggak pulang Sin? Mumpung jam segini, masih ada taxi.
Ntar cowokmu nunggu kabar lho.”
“Aku nggak punya cowok Tar, maleess.. Nggak bebas.. Habis
ini kamu ngapai? Tidur?” Tanya Sintia
“Ya paling tiduran, nonton tivi, udah, mau ngapain lagi. Aku
nggak hafal Bandung.”
“Mau aku temenin? Rumahku lagi nggak ada orang, adek-adek
pada pulang ke Mataram. Kalo kamu mau sihh. Kalo enggak ya nggak apa-apa.”
“Serius kamu Sin, nggak takut aku mangsa? Hahaha... Ya kalo
aku sih mau aja, ntar aku bisa tidur di sofa.”
“Yaudah, yukk aku mau numpang mandi sekalian ya. Anterin aku
beli alat mandi dulu.”
“Oke Sin, sini aku bawain bukumu. Banyak banget.”
Akhirnya kita sampai dikamarku.
“Gile bagus banget kamarnya. Bisa buat rame-rame ya?”
“Yahh begitulah, nggak rugi aku nabung lama demi ini.”
“Hebat lu Tar, nabung sendiri. Yaudah aku mandi dulu ya.
Jangan ngintip. Awass!!”
“Iyee sanaa..”
Lalu aku nyalain tivi, kebetulan lagi diputer Fast 7, film
favoritku. Setengah jam berlalu, akhirnya Sintia selesai mandi. Dia keluar
hanya menggunakan kimono hotel. Sedang dia membawa kemeja, celana, bra merah,
dan celana dalam gstring nya untuk ditaruh di lemari pakaian. Sintia nggak pake
apa-apa!! Aku terpaku melihat paha mulusnya yang terbuka hingga setengahnya.
Membayangkan apa yang ada di dalamnya. Ingin sekali kutarik tali kimono itu
untuk memastikan apa yang aku bayangkan itu sama dengan aslinya.
“Lo udah ML sama berapa cewek Tar?” Tanyanya tiba-tiba.
“Hahh.. kok pertanyaannya kaya gitu?” Seketika si dedek
langsung bangun mendengar pertanyaan dari Sintia. Kebetulan aku sudah ganti
celana boxer, sehingga si dedek sangat leluasa.
“Udah jawab aja.. Kalo gue udah sama 4 cowok. Cuma cowok
pertama yang bisa muasin gue, tapi dia selingkuh sama cewek lain.”
“Aku lupa Sin.” Jawabku sambil berjalan mendekati Sintia.
“Coba kamu tanya sendiri sama dia.” Kataku sambil kulepas boxer
dan kaosku. Sintia yang awalnya duduk di pinggir tempat tidur, terdiam ketika
didepannya ada penis panjang yang siap dimainkan.
“I will”. Kata Sintia.
Tangannya mulai mengocok penisku dengan lembut, sambil
mengelus-elus buah zakarku. Tangannya yang halus membuat penisku mengeras
seketika. Kucoba menarik kepalanya agar segera mengulum penisku.
“Sabar sayang, pelan-pelan. Nikmati aja malam ini, aku
milikmu Tar.” Lalu tangannya kembali mengocok penisku, makin cepat.
“Aaaaahhh Terus Siinn.. isep Siinn.. Aahhh”.
Akhirnya Sinta mulai menciumi penisku, menjilat buah
zakarku, lalu mengulum penisku dengan lembut.
“Uuummhh.. sssllrpp.. ssssllrrpp.. kontolmu panjang banget
Tar. Uuummhh.. bisa mentok tengorokan nihh.. uummhh”.
Kurasakan penisku siap memuntahkan sperma di mulut Sintia.
“Aaaaahh Siinn.. nggak tahan.. aaaahh”
“Mmmmmhh.. sssllrrrpp ssslllrrpp.. mmmhhh”
Sintia makin mempercepat kocokan dengan mulut dan tangannya.
Penisku yang basah membuat kuluman Sintia makin terasa nikmat. Aku tak bisa
menahan lebih lama lagi. Dan aku keluarkan spermaku di dalam mulutnya.
“Aaaahh akuu keluaaarr Siiinn.. Aaaaahh”.
Sintia menelan habis sperma dariku, lalu dijilati penisku
hingga bersih. Tanpa berkata apa-apa, Sintia mendorongku hingga telentang di
kamar mandi. Sambil tersenyum dia berjalan menuju tasnya dan mengambil sesuatu.
Lalu dia menghampiriku sambil membawa air putih.
“Ini Tar, lo minum dulu. Gara-gara elo gue jadi horny berat.
Tanggung akibatnya lho yaa.”.
“Apaan nih Sin?”. Tanyaku.
“Udah, minum aja. Full herbal kok.”
Aku pun menelan kapsul itu. Sambil kulihat Sintia mengambil
helmku yang sudah ada GoPro nya. Posisinya diletakkan diatas rak tv dan
mengarah pas ke tempat tidur. Setelah dinyalakan, Sintia mulai naik ke kasur
dan menaiki tubuhku. Bibir kami saling berpagutan mesra, makin lama ciuman
makin penuh nafsu, lidah kami berpagutan didalam. Sambil kuremas-remas pantat
motok itu yang masih terbungkus kimono tebal. Penisku terdindih tubuh bawahnya.
Sadar bahwa penisku mulai mengeras, Sintia menindih penisku dengan bibir
vaginanya.
“Uuuuhh.. panjang banget kontolmu Taarr.. Uuuugghhh..”
“Ummmhh gila Sin, enak banget di elus-elus sama vaginamu.
Uuuhhh”
Sinta mulai mempercepat gesekan maju-mundurnya vaginanya di
penisku. Panisku yang udah basah membuat Sintia makin mempercepat gesekannya.
“Aaaaahhh aku keluaaarrr... aaaahhh.. ooooouuhhh...”
Sintia ambruk diatasku. Lalu kami berciuman dengan penuh
nafsu, mencoba membangkitkan nafsu Sintia untuk melanjutkan sesi berikutnya.
Aku tarik tali kimononya dan akhirnya meloloskan kedua payudara yang montok itu
berada di depan mataku. Mulai kuciumi peyudara yang mulus itu, putingnya yang
berwarna coklat aku gigit kecil hingga Sintia melenguh.
“Aaaaahhh enak Taaarrr.. teruuss isep sampe kamu puas
sayang.. aaaahhh”
Kumainkan payudaraya sesukaku hingga bekas cupangku
membuatnya semakin memerah. Kulihat Sintia melepas kimononya sambi aku tetap
menjilat dan mengulum puting coklat itu. Tak lama kemudian, tangannya mulai
meraba penisku, mengocok pelan sambil posisinya masih diatasku.
“Nikmati seranganku yaa Taraa.. oooouuhh.. aahhh mentok
Taarr.. uuuuhhh.. memekku ga tahan Taarr.. aaahhh” Erangannya mulai kacau
setelah Sintia berhasil memasukkan penisku di vaginanya. Karena vaginanya sudah
basah, penetrasiku menjadi lebih mudah. Kumulai menggenjot vagina Sintia dari
bawah dengan posisi dia seperti doggy style. Genjotanku makin lama makin cepat
membuatnya semakin ingin orgasme lagi sambil ku remas-remas pantatnya.
“Aaahhhh Taaarrr... ooouuhh... aaaahhh... teruuuss aaahhh..
gilaaa Taaarr kontolmuuu aaaahhh... teruusss enak bangeett.. aaahhh..”
Tak ingin Cintia orgasme duluan, aku cabut penisku ketika
vaginanya mulai menyempit.
“Aaahhh kok dilepasss.. Tar”
“Iya, keburu kamu keluar nanti. Sini doggy dulu Sin.” Sintia
menuruti apa kataku, dia langsung membelakangiku, menarik bongkahan pantatnya
agar lubang vaginanya terlihat dan mempermudah memasukkan penisku.
“Aaaahh enak banget Taarr kontolmuu.. aaaahhh.. sodok
terusss oohh..”
Aku tak menghiraukan apa saja yang Sintia katakan, aku hanya
ingin menikmati tubuh mulus ini.
Plokk.. plokk ..plokk.. plokk.. suara genjotanku semakin
terdengar nyaring. Erangan Sintia juga makin keras tanpa ditahan lagi.
“Ooouuhh Taarr.. teruuuss yang dalemm sayannngg.. ooouuhh..
dikit lagi aku keluaaarr..”
Sekitar 10 menit aku menyodokkan penisku dalam-dalam di
vaginanya, sambil aku remas-remas payudaranya. Sesekali aku tarik tangannya ke
belakang hingga kepalanya menengadah ke atas. Tak lama kemudian vaginanya mulai
menyempit.
“Aaaahhh Taarr aku kelluaaaarrr aaaahhh... aaaahhhh.. oooohhhh..
uuuummmhh.. aaahhh..”
Tahu Sintia sudah orgasme, aku makin mempercepat genjotanku
pada vaginanya, berharap dia bisa mendapatkan multiorgasme.
“Oooouuhh enaaakk Taarrr.. nggak habiss habiisss... aaahhh..
aaaahhh.. uuddaaaaahhh Taarrr... ooouuhhh...” Lenguhan panjang tersebut
berhenti ketika badannya ambruk dan telentang di kasur. Gadis cantik ini
terlihat lemas tak berdaya. Lalu aku tindihin badannya, ku ciumi bibir dan
lehernya.
“Enak Sin? Sampe lemes gitu kamu, kaya habis diperkosa aja.
hehehe..” Ejekku menggoda
“Sial kamu Tar, gila kontolmu. Sampe lemes gue. Udah sejam
lebih lho, gue udah keluar 7x, lo belom juga.”
“Gara-gara pil tadi mungkin Sin, emang itu obat kuat? Kamu
ada-ada aja bisa dapet barang gituan.”
“Hahaha.. udah, nanti lo tau sendiri. Ayok sini masukin lagi
Tar.” Sintia mulai membuka bibir vaginanya. Aku pun langsung memasukkan penisku
dalam-dalam ke vaginanya. Sintia mengambil posisi tidur telentang, tapi kedua
kakinya dirapatkan ke kanan. Dengan begini penetrasiku bisa makin dalam lagi di
dinding vaginanya.
“Uuuhh.. pelan-pelan Tar, mentok banget ini. Tapi gileee
eenaaakk.. aaahhh”.
“Aaaahh enak banget Siiinn.. dalem bangeett.. aaaahhh
aaahhh...”. aku mulai mengerang kenikmatan sambil mempercepat genjotanku.
“Gilaaa... uuuhhhh aku keluarin dalam apa luar niiihh aaahh
aahhh aahhh”. Vaginanya terasa makin menjepit penisku sangat rapat.
“Sini Tar, tumpahin di perutku aja spermamu.. uuummmhh..”
“Aaaahhh Siiinnn aku keluaaaaarrr.. eeehhh eehhh eehhh..”.
Spremaku tumpah di perut dan payudaranya sangat banyak. Lalu Sintia dengan
sigap memegang penisku dan mengulumnya hingga bersih. Badanku roboh
disampingnya. Lalu kuambilkan tisu buat bersihin sisa sprema di perutnya.
“Spermamu kentel juga ya Tar, gampang bikin hamil nih. Gue
juga pas lagi subur, biasanya pacarku juga keluar di dalem kalo lagi nggak
subur.”
“Ahh masa Sin, aku malah nggak tau. Yang aku tau vaginamu
nikmat banget, bisa ngempot-ngempot gitu.” Candaku sambil mengelus-elus
vaginanya lagi.
“Iya donk, hebat kan memek gueee? Tapi gile juga kontolmu
itu Tar, aduuhh.. mentok tok tok.. Oiya besok malem kamu kemana?”
“Besok malem mungkin kuliner. Mau ikut?”
“Ohh.. gampang deh besok, ayok tidur dulu. Tau-tau udah
tengah malem aja.”
“Yapp.. sini aku peluk dari belakang.”
“Oiya obat tadi itu longlasting lho, bisa sampe 3 hari
efeknya. Sengaja aku kasih biar besok kamu bingung cari lawan. Hahaha..”
“Hahh serius? Trus kamu nggak tanggung jawab gitu?”
“Hahaha.. whatever.. udah ahh.. ayok tidur”.
Kami pun tidur telanjang hingga pagi, membiarkan kamera
GoPRo merekam kami hingga batrainya habis. Kami terbangun jam 7 lalu mandi
bareng, lalu bergegas sarapan di hotel. Setelah itu Sintia aku antar pulang
pakai taksi dan aku langsung menuju ke rumah temanku untuk pinjam motor.
Setibanya dirumah Iwan, aku dipersilahkan masuk sama sopir bokapnya. Lalu kami
berjalan menuju garasi motor, dan betapa kagetnya aku setelah melihat isi
garasinya si Iwan. Bukan cuma motor yang berjejer rapi, tetapi disitu ada Maya
yang lagi ngelap R6 kesayangannya.
“Lhoo Tara? Lo temennya kak Iwan? Kok bisa kesini?”
“Iya May.. kamu adiknya Iwan? Yaahh kecil ya isi bandung
itu. Hahaha..”
“Siaall.. eh lo dikasih pinjem yang mana sama kak Iwan? Kalo
R6 ini punya gue, ga ada yang boleh naikin kecuali kak Iwan.”
“Iya kemarin sih mau dipinjemin R6 itu. Tapi aku nggak tau
kalo itu punya kamu May. Sorry yaa.. aku telfon dulu aja si Iwan.”
“Bentar, bentar, gue aja yang telfon. Emang lo mau riding
kemana? Udah tau jalannya?”
“Iya, mau naik ke Tangkuban Perahu. Asik tuh kayaknya.”
“Gini aja, ayok gue temenin. Ini R6 aku pake, lo pake yang
mana tinggal pilih. Kecuali si Desmo itu.”
Iya, di garasinya ada Desmosedici RR, replika Ducati MotoGP
yang harganya selangit itu.
“Oke oke, kalo GSX is it okay?” Tanyaku sambil nunjuk Suzuki
GSX1000R.
“Oke, itu jarang keluar. Pake aja. Kalo gitu gue mandi dulu.
Lo siapin sendiri ya motornya, sekalian gearnya dipake.”
“Siaaapp”. Aku pun mulai menyalakan motor pilihanku untuk
memanasin mesinnya, lalu aku pakai jaket dan sarung tangan Dainese, ganti
sepatu dengan Dainese Axial Pro-in, celana riding Respiro berbahan jeans, serta
helm Arai kesayanganku. Meskipun tidak kebut-kebutan, protektor badan wajib
dipakai ketika bermotor. Karena keselamatan dan kenyamanan berkendara itu nomor
satu. Aku selalu ingat dengan kata-kata temanku, Ride safe if you want to ride
longer. Jadi kalau ingin menikmati riding lebih lama, kita harus memproteksi
diri sendiri. Sekitar 45 menit Maya datang dengan riding gear yang lengkap. Tak
berbeda jauh, dia memakai jaket ketat dari Dainese khusus cewek, sarung tangan
dan sepatu boot Alpienstar, serta helm Shoei.
“Okay, lets ride!!”
“Lets go. Aku didepan ya May.”
“Oke Tara, sipp.”
Akhirnya kita berangkat ke Tangkuban Perahu dan menikmati
suasana gunung tersebut. Tak lupa kami berfoto-foto dan mengunggahnya ke media
sosial. Sekitar 2 jam disana, kami pun turun untuk melanjutkan cari kuliner.
Targetku sampai malam harus kuliner. Lalu sekitar jam 7 kita berdua sampai di
rumah Maya lagi. Lalu ketemu sama si Iwan yang baru tiba di rumah.
“Bro, gimana kabarnya? Sorry aku pake GSX nya, lha R6 itu
punya adikmu ternyata.” Tanyaku ke Iwan
“Iya bro, aku lupa. Itu juga baru beli, buat ulang tahunnya
si Maya. Aku kasih GSX tapi nggak mau. Lo nggak mampir dulu nih?”
“Enggak bro, aku balik aja ke hotel. Motor aku bawa dulu ya?
Sebelum pulang aku balikin.”
“Its okay bro, bawa aja. Thanks ya udah jagain adik gue.”
“Sama-sama bro, okay aku cabut dulu ya. Seeyou bro”.
Aku pun segera pulang ke hotel karena capek banget. Capek
badan karena Bandung juga macet banget, panas, juga gara-gara penisku sering
ereksi tiba-tiba. Keras banget sampai kerasa sakitnya. Sial nihh gara-gara
obatnya Sintia pikirku. Sesampainya di hotel, aku langsung mandi dan tidur.
Pagi hari setelah sarapan, aku kembali bergegas memakai
riding gearku. Mumpung masihjam 9, pikirku bisa riding kemana-mana. Tapi
tiba-tiba pintu terbuka diiringi oleh teriakan 2 orang cewek.
“Surpriiiissseeee!!!”
“Astagaaaa kaliiaaann.. kok bisa masuk kesini? Bikin kaget
aja!!”. Teriakku tak kalah kencang melihat kelakuan Maya dan Sintia.
“Yaapp kemarin aku bawa kunci cadanganmu. Hahaha..” Teriak
Sintia sambil menutup pintu kamar.
“Oke oke, trus ada apa nih kalian pada kesini pagi-pagi? Mau
nyulik aku ato gimana? Ato mau ngerampok juga silahkan”. Tanyaku keheranan
sambil betulin posisi penisku yang mengeras melihat 2 cewek cantik ini.
“Hahaha kok lo jadi pasrah gitu sih Tar, mana tingkah lo
betulin celana gitu, lucu banget. Hahaha..” kata Maya
“Kayaknya obat yang kemarin masih ngefek tuh May. Kasian
banget si Tara.” Kata Sintia.
“Sial kalian ini. Kamu cerita apa aja ke Maya? Kok
mencurigakan. Kalian seolah-olah bersekongkol.”
“Logat lo kaya sinetron aja Tar. Hahaha.. jadi ya si Maya
udah tau semuanya, semalem Maya bilang kalo habis turing sama kamu. Akhirnya
aku ceritain juga kalo malem sebelumnya aku tidur sama kamu. Kita berdua selalu
cerita masalah gituan. Tapi enggak ke Rena sama Rika.” Kata Sintia
“Kalian ini ada-ada aja. Coba tadi pas kalian teriak-teriak
gitu pas aku lagi nidurin cewek kan ga lucu, dikira grebekan.”
“Halaahh bisa aja lu Tar, sini!!”. Kata Sintia yang
mendorongku ke tempat tidur hingga aku telentang. Lalu tanpa jeda, Maya
menaikiku dan melepas semua baju dan celanaku hingga aku telanjang bulat.
“Wowowoww.. bener juga foto yang lo kirimkan Sin, panjang
gilee..” kata Maya sambil pegang penisku. Maya langsung ambil posisi untuk
mengulum penisku dengan nafsunya.
“Ummhh.. ssllrrp.. sssllrrppp.. emmmhh panjang bener..
eemmhh mentok tenggorokan nihh.. ummmhh sllrrppp..”
“Aaaahhh enak banget Mayy.. ooohhh, gila kulumanmuuu...
uuuhh” aku sedikit meracau menikmati kuluman super dari Maya. Jam terbang
tinggi nih pikirku.
Ketika Maya sibuk dengan penisku, Sintia sudah telanjang
bulat dan menaiki badanku. Diarahkannya bibir vaginanya ke mulutku, tanda minta
dijilat dan disedot. Aku jilat vaginanya yang bersih tanpa bulu hingga ku
masukkan lidahku ke lubang vaginanya.
“Aaaahhh enaak Taarr.. uuummhh... pagi-pagi olahraga
senggamaa.. aaahhh” Sintia mulai melenguh dan mulai menggesek-gesekkan
vaginanya di mulut hngga hidungku. Aku hanya bisa pasrah melakukan tugasku
untuk mengantar Sintia ke orgasmenya yang pertama. Kuremas-remas payudara dan
bokongnya, sambil sekali-kali kuelus-elus lubang pantatnya.
“Aaaahhh Taaarr mau nyampeeee.. ooohh ooohhh ooohhh...”
teriak Sintia sambil menjambak rambutku. Dan akhirnya tubuh itu mengejang
diatasku tanda mencapai orgasmenya.
“Ooooohh gue keluaarrrr.. aaahhh..”
“Enak Sin? Sini gantian lu yang nyepong kontolnyaTara.”
Tanpa menjawan, Sintia turun dan langsung mengulum penisku
dengan lembut. Sekali-kali dijilatnya buah zakarku.
“Aaaaahh enak Siiinn.. teruuuss..mmmpphh” belum selesai aku
bicara ke Sintia, wajahku dibenamkan Maya dibawah vaginanya. Maya masih memakai
rok sepaha dan kaos pendek, dia hanya melepas g-stringnya.
“Emmhh ssssllrrpp ssllrrpp.. vaginamu lembut banget May,
wanginyaa.. mmmhhh”
“Aaahhh sodokin Tar pake lidah lo, aaahhh.. aaahh.. gue mau
nyampeekk aaaahhh..” kini vagina Maya aktif menggesek mulut dan hidungku hingga
aku tidak bisa bernafas.
“Taaarrr gue keluaaarrr.. aaahh aaaaa... ooohhhh” Maya
mencapai orgasmenya yang pertama. Cairannya hingga mengalir di wajahku. Kini
wajahku basah terkena cairan cinta mereka berdua. Maya pun beranjak dari
wajahku sambil menampar pipiku. Entah apa artinya.
“Gue duluan ya Sin, elo kan udah kemarin.” Kata Maya sambil
melepas semua bajunya. Tubuh telanjang itu begitu sempurna, tinggi langsing,
dipadu dengan payudara yang padat membusung, dan pantat yang montok.
“Silahkan pricess, kontolnya sudah saya keraskan buat
princess.” canda Sintia.
“Aaaaahh oooohh ooohh, sssshhh nikmat banget Taarr.. aahhhh”
Maya mulai mengerang dengan kepala mendongak ke atas, meresapi kenikmatan
pertama dari penisku. Vagina Maya memang tak sesempit milik Sintia, tapi
gerakan-gerakannya yang membuat kepalaku makin pusing karena kenikmatan ini.
Maya mulai menggenjot penisku naik-turun dengan lembut. Dia tancapkan penisku
mentok di vaginanya dan membuat Maya merem-melek menikmati penis panjangku.
Lalu Sintia ikut menaiki tubuhku, kini mereka berdua berhadapan dan saling berciuman
dengan lembut. Sesekali saling menciumi payudara cewek didepannya. Maya
termasuk cewek yang bisa orgasme dengan mudah. Sekitar 20 menit penisku
digenjot Maya, dia sudah 5x mengalami orgasme. Lalu orgasme terakhirnya
berlangsung panjang.
“Aaaahh Taaaraaaaa ooohhhh kellluarrrr lagiiiii.. aaaahhh..
ooohhh.. oohhh.. ooohhh.. eeemmmhh”
Tubuhnya ambruk dipelukan Sinta yang masih berada diatasku.
Kini Maya telentang dikasur untuk istirahat. Sementara itu, kini giliran Sintia
yang meminta kepuasan. Ku tarik tangannya dan kuarahkan untuk bersandar pada
meja kerja dengan posisi nungging. Tanpa jeda, aku tusukkan penisku ke
vaginanya pelan-pelan.
“Aaaaahhh lagi-lagi mentok Taaarr.. oohhhh.. enak bangeett..
aaahhh.. genjot terus sayanggg..” Sintia mulai mengerang
Kutusuk dalam-dalam tiap genjotanku, membuat Sintia
berteriak keenakan.
“Aaaahh ampuunn Taarrr oohhh.. oohhh.. ooohhh.. amppuuuunn
aaaahhh.. gue keluaarrrr ooouhhh.. ooohhh..”
Kuberi waktu sebentar untuk Sintia agar mengatur nafasnya
lagi. Lalu mulai kugenjot lagi dengan posisi yang sama. Sintia lagi-lagi
mengalami orgasme yang kesekian kali. Vaginanya yang ngempot membuatku tidak
berdaya lagi. Sekitar 15 menit aku merasakan kalau aku sudah mendekati
ejakulasi.
“Aaaaahh.. aku mau keluaaarr Siinn.. aaaahhh..”
Lalu aku cabut penisku dari vaginanya. Sintia yang sadar aku
mau keluar langsung mengambil posisi jongkok sehingga wajahnya berada didepan
penisku.
“May sini Mayy..”
Maya tidak menjawab, mungkin sudah ketiduran dia. Setelah
dikulum oleh Sintia, penisku tidak jadi ejakulasi. Disedot-sedot pun tidak
kunjung keluar.
“Susah amat sihh Tarr.. uuummhh tumben, uummhh..” Sintia
sudah tidak sabaran ingin menelan spermaku lagi.
“Aaaahhh kok tiba-tiba nggak jadi yaa Sin.. uuhh.. coba
berdiri sin, aku masukin lagi yaa. Eeehhh”. Aku mengajak Sintia berdiri dan
duduk dipinggir meja, sedangkan kaki kirinya aku letakkan di kursi. Aku sodok
lagi dalam-dalam penisku di vagina Sintia dengan sangat bernafsu.
“Eeeghhh.. eeghh.. eeghhh.. vaginamu Siiinnn oohh.. ngempot
banget, gilaaakk..eeeghhh eegghh..”
“Genjot teruss Taarrr.. ooohhh gue mau keluar lagi niihh
oohh.. oohh.. Taraaa... aaahhh kellluaarrrr”
Vagina Sintia yang makin banjir membuatku semakin mendekati
orgasme. Ku genjot lebih cepat penisku hingga betul-betul mentok pada dinding
rahimnya.
“Siiiinn aku keluaaaarrr.. aaahhh... ooohhh.. ooohhh...”
Kucabut penisku dan kusemprotkan spermaku di perutnya hingga menetes sampai di
kakinya.
“Gila Tar, thanks yaa.. enak banget pagi-pagi udah diperkosa
lagi. Mmuach..” Sintia menciumku lalu menyusul Maya untuk tiduran lagi. Kulihat
Maya masih tertidur pulas, mungkin saking capeknya. Akupun tidak jadi pergi
riding, malah menemani 2 bidadari ini tidur sampai siang. Lalu akupun terbangun
karena tiba-tiba penisku dikulum oleh Maya. Ternyata dia belum puas atas
permainan tadi.
“Mmmhh.. ssllrrpp ssllrpp.. uummhh..” Maya mengulum penisku
dengan nafsunya. Lalu tak lama kemudian dimasukkannya penisku di vaginanya
lagi.
“Uuughh.. mentok banget aahhh..”
“Bentar May, kalo kita main dikasur nanti si Sintia bangun
lagi lho, kasian dia capek.” Lalu aku mengajak Maya untuk pindah ke sofa dan
kuatur posisinya agar doggy style di atas sofa. Ku genjot sebisanya karena
kakiku sudah terasa lemas setelah melayani Sintia dengan posisi berdiri. Kami pun
bertahan di posisi itu selama 15 menitan dan tak terhitung berapa kali Maya
mengalami orgasme.
“Aaaaahhh Taarr gue keluaaarrr lagiii.. ooouuhhh.. oohhh
ooohh...”
“Aku juga Maaayyy.. dalem apa luaarr.. eegh.. eegh.. eegh..”
“Daleemm Taarr.. oohhh oohhh... ayook barenng.. gue mau
lagiiii.. aaahh aaahh... aahh.. sodok yang daleemm aaahhh..”
“Eeeghh aku keluaarrr.. oouuhhh oohhh.. oohhh..”
“Gue jugaaa Taaarrr aaahhh... mmmhhh..”
Spermaku yang keluar sedikit karena sudah dikuras dari malam
pertama aku di Bandung. Karena sedikit, spermaku terbawa cairan cinta Maya
keluar dari vaginanya. Pengalaman yang luar biasa bagiku, nggak pernah kebayang
bisa ngesex dengan 2 cewek sekaligus.
“Kalo ke Bandung lagi bilang ya Taraa.. kita seneng-seneng
lagi kaya pagi ini.” Kata Maya sambil menuju kasur untuk tiduran lagi.
“Iya May, tenang aja. aku kabar-kabar pastinya.”
Kami pun tertidur lagi bertiga, pakaian kami masih
berserakan di lantai. Hingga terbangun jam 3 karena perut rasanya lapar banget.
Setelah mandi, kami bertiga jalan ke TSM untuk makan di food court. Setelah itu
Sintia dan Maya pulang sebelum terlalu malam. Setelah mereka pulang, aku
iseng-iseng buka GoPro yang kemarin ngerekam adeganku dengan Sintia. Setelah
itu aku transfer ke laptop untuk dijadikan kenang-kenangan. Besok aku harus
pulang ke Surabaya dengan pesawat sore, jadi malam ini aku harus berkemas.
Paginya setelah sarapan aku balikin motor ke Iwan, dan pastinya ketemu sama si
Maya lagi. Lalu Maya mengantarku balik ke hotel. Waktu itu dia memakai mini
dress tanpa lengan yang ditutupi dengan cardigans.
Sesampainya dikamar, aku isengin untuk minta jatah lagi ke
Maya. Setelah kututup pintunya, aku pepetin Maya ditembok sambil kami berciuman
dengan nafsunya sambil kuremas-remas payudara dari balik minidress nya. Karena
tak tahan lagi, aku rebahkan Maya di tempat tidur lagi aku lepas celana
dalamnya. Lalu kulepas celana panjangku dan langsung ku masukkan penisku ke
vaginya Maya. Ku entot dia dengan posisi doggy style.
“Eeegghhh... sorry Mayy aku nggak tahann.. eeghh..eeggh..
eeghh..”
“Aaahh teruss Tarr.. ooouhh, gila enakk banget Tarr.. aahh
aaah..”
Aku terus menyodokkan penisku dalam-dalam di vaginanya,
hingga Maya orgasme lagi. Sekitar 10 menit di posisi ini, vagina Maya terasa
makin menjepit erat, tanda dia akan orgasme.
“Oooouuhh.. guee keluaarr.. aahh aaahhh..” teriak Maya
sambil mencengkeram seprei kasurku.
“Aku juga Maayyy.. aahhh aahhh.. ahhh..” akhirnya spermaku
keluar di dalam rahim Maya. Tapi karena sudah dikuras habis-habisan, hampir
tidak ada yang meluber keluar dari vaginanya.
“Sorry May, keluar didalem. Kali ini aku bener-bener ga bisa
nahan.”
“Santai Tar, enggak lagi subur kok. Lo emang kurang ajar,
baru kenal udah ngajak ngentot mulu. Sialan.”
“Habis kamu juga cantik banget, seksi banget May, mana bisa
aku tahan sama godaanmu kaya gitu. Hahaha”
“Halah, pinter nggombal lo ini Tar. Udah yuk check out,
keburu kesiangan.”
Kami pun segera bebersih diri, merapikan pakaian kami lagi
lalu check out. Setelah itu Maya ngantar langsung ke bandara. Sesampainya di Surabaya,
kami jarang komunikasi. Cuma sekedar saling komen dan like di media sosial
saja.
The end.